Planet Sport Grand Indonesia Lantai Berapa

Planet Sport Grand Indonesia Lantai Berapa

/* ----------------------------------------- */ /* View slug: directory-filter - start */ /* ----------------------------------------- */ .directory{width:300px; float:left;margin-right:10px;} .category{width:300px; float:left;margin-right:10px;} .floor{width:300px; float:left;margin-right:10px;} .submit-button{width: 300px;} /* ----------------------------------------- */ /* View slug: directory-filter - end */ /* ----------------------------------------- */

/* ----------------------------------------- */ /* Content Template: Directory template - start */ /* ----------------------------------------- */ /*.big-preview{display:none;} .shop-image{width:100%;} .logo-directory{float: left; width: 18%; left: 0px; padding: 10px;} .description{float: right; width: 80%;} #top #main .sidebar{display:none !important;visibility:hidden;} .container .av-content-small.units{width:100% !important;} .content{border-right-width:0px !important;} .detail-directory{width:60%;float:left;} .maps{width: 35%;float: right;} .mapplic-container{width:100% !important;} .mapplic-sidebar{display:none;} #top .gallery .gallery-item{width: 128px;height: auto;padding: 10px;margin-bottom: 10px;float: left;} .blog-categories, .post-title, .av-vertical-delimiter {display:none !important;} .custom-post-type{width: 100%;text-align: center;text-transform: uppercase;} .title{font-size:32px;} .category{color:#d63e2d;font-size: 14px;font-weight: bold;} .entry-title{margin:30px;} .post-meta-infos{display:none !important;} #top .avia-post-nav{display:none;}*/ .image-thumbnail, .big-preview{display:none;} .shop-image{width:100%;} .logo-directory{float: left; width: 18%; left: 0px; padding: 10px;} .description{float: right; width: 80%;} #top #main .sidebar{display:none !important;visibility:hidden;} .container .av-content-small.units{width:100% !important;} .content{border-right-width:0px !important;} .detail-directory{width:60%;float:left;} .maps{width: 35%;float: right;} .mapplic-container{width:100% !important;} .mapplic-sidebar{display:none;} #top .gallery .gallery-item{width: 128px;height: auto;padding: 10px;margin-bottom: 10px;float: left;} .blog-categories, .post-title, .av-vertical-delimiter {display:none !important;} .custom-post-type{width: 100%;text-align: center;text-transform: uppercase;} .title{font-size:32px;} .category{color:#d63e2d;font-size: 14px;font-weight: bold;} .entry-title{margin:30px;} .post-meta-infos{display:none !important;} #top .avia-post-nav{display:none;} /* ----------------------------------------- */ /* Content Template: Directory template - end */ /* ----------------------------------------- */

Bobo.id - Teman-teman tentu sudah mengetahui bahwa planet terbesar di Tata Surya adalah Jupiter.

Jika dibandingkan dengan ukuran Bumi, massa planet Jupiter bisa mencapai 300 kali lipat massa Bumi, lo. Maka dari itu, Jupiter disebut planet gas raksasa.

Atmosfer Jupiter sebagian besar terdiri dari gas hidrogen dan gas helium, hampir mirip dengan kondisi atmosfer Matahari.

Planet ini juga tertutup awan tebal berwarna merah, cokelat, kuning, dan putih.

Meskipun Jupiter berukuran sangat besar, planet ini tentu tetap jauh lebih kecil daripada Matahari, teman-teman.

Nah, kali ini Bobo akan mengajakmu mencari tahu, kira-kira berapa perbandingan ukuran Jupiter dan Matahari, ya?

Menurut NASA, Jupiter dua kali lebih besar dari gabungan semua planet di Tata Surya.

Volume planet gas raksasa ini dapat menampung sekitar 1.300 planet seukuran Bumi, lo. Jika dibandingkan, Jupiter seperti bola basket sedangkan Bumi hanya sebesar buah anggur.

Sementara itu, jari rata-rata Matahari adalah 696.000 kilometer, sehingga diameternya sekitar 1,392 juta kilometer.

Baca Juga: Mengenal Sabuk Orion, Konstelasi yang Punya Trio Bintang Sejajar

Diameter Matahari ini sekitar 10 kali diameter Jupiter, teman-teman.

Rata-rata, Jupiter mengorbit Matahari dalam jarak sekitar 778.412.020 kilometer, setara dengan 5.203 kali lebih jauh dari jarak Bumi ke Matahari.

Ini berarti, sinar Matahari membutuhkan waktu 43 menit untuk sampai ke permukaan Jupiter.

Pada titik terdekatnya dengan Matahari, jarak Jupiter dan Matahari sekitar 740.742.600 km, sedangkan pada jarak terjauhnya mencapai 816.081.400 km.

Jupiter melakukan satu orbit penuh saat mengelilingi Matahari dalam waktu sekitar 12 tahun Bumi, atau 4.333 hari Bumi.

Dianggap Mirip Matahari

Meski ukuran Jupiter lebih besar dari semua planet, planet raksasa ini ternyata memiliki kepadatan atau massa jenis yang lebih rendah.

Faktanya, kepadatan Bumi yaitu 5,51 gram per sentimeter kubik, sementara Jupiter 1,33 gram per sentimeter kubik.

Meski begitu, banyak yang belum tahu bahwa Jupiter lebih mirip dengan Matahari, jika dilihat berdasarkan massa jenisnya.

Nah, massa jenis Matahari yaitu sebesar 1,41 gram per sentimeter kubik. Lebih dekat dengan massa jenis Jupiter, bukan?

Selain massa jenisnya, kemiripan Jupiter dan Matahari juga terletak pada komposisi penyusunnya.

Baca Juga: Massanya 9 Kali Jupiter, Inilah Planet Terbesar yang Pernah Ditemukan Astronom

Matahari, terdiri dari 71 persen hidrogen dan 27 persen helium. Sedangkan Jupiter, terdiri dari 73 persen hidrogen dan 24 persen helium.

Kepadatan Jupiter memang tergolong rendah, namun sudah ada beberapa pesawat antariksa yang sampai ke sana, lo.

Pesawat ruang angkasa dari Bumi dapat mencapai Jupiter dengan durasi yang berbeda.

Juno, yang diluncurkan NASA pada 5 Agustus 2011, baru tiba di Jupiter pada 4 Juli 2016. Artinya, pesawat ini membutuhkan waktu hingga 4 tahun 11 bulan untuk mencapai Jupiter.

Nah, itulah keunikan Jupiter dan hubungannya dengan Matahari.

Kenapa Jupiter disebut planet gas raksasa?

Petunjuk: cek di halaman 1!

Lihat juga video ini, yuk!

Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.

Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.

Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023

Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan

Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

AIA Healthiest Schools Dukung Sekolah Jadi Lebih Sehat Melalui Media Pembelajaran dan Kompetisi

BANGKAPOS.COM- Harga gift TikTok singa, paus, planet, maupun universe banyak dipertanyakan netizen terkhusus para pengguna TikTok.

Pasalnya dari sekian banyak gift di Tiktok, gift-gfit tersebut adalah gift-gift yang terbilang TOP atau tenar di kalangan TikToker.

Saat seorang TikToker melakukan live streaming TikTok, para penonton akan menantikan adanya pengguna lain yang memberikan gift paus, singa, planet, atau universe kepada streamer TikTok.

Tentu saja karena harga gift-gift di atas digadang-gadang punya banyak jumlah koin dan bernilai fantastis jika diuangkan.

Lantas berapa harga gift TikTok singa, paus, planet, maupun universe?

Diketahui harga gift TikTok singa adalah Rp 6.899.770 dengan jumlah 29999 koin.

Harga gift TikTok paus adalah Rp 537. 500.00 dengan jumlah 2150 koin.

Harga gift TikTok planet adalah Rp. 1.150.000 dengan jumlah 5000 koin.

Harga gift TikTok universe adalah Rp. 8.049.770 dengan jumlah 34999 koin.

Gift TikTok Universe menjadi gift TikTok menjadi termahal saat ini.

Urutan keempat gift tersebut dari mulai yang termurah adalah paus, planet, singa, dan universe.

Selain gift-gift tersebut masih ada gift-gift lain yang punya harga mahal.

Mulai dari kisaran Rp 1 jutaan bahkan hingga Rp 8 jutaan.

Biar tak penasaran, yuk simak rangkuman 10 gift TikTok termahal dari Rp 1 juta-8 jutaan, berikut jumlah koinnya.

Belanja di App banyak untungnya:

Planet, siarah, kaukab, pehu (Bahasa Batak kuno) atau greha (bahasa Jawa kuno) adalah benda astronomi yang mengorbit sebuah bintang atau sisa bintang yang cukup besar untuk memiliki gravitasi sendiri, tidak terlalu besar untuk menciptakan fusi termonuklir, dan telah "membersihkan" daerah sekitar orbitnya yang dipenuhi planetesimal.[1][2]

Kata 'planet' sudah lama ada dan memiliki hubungan sejarah, sains, mitologi, dan agama. Oleh peradaban kuno, planet dipandang sebagai sesuatu yang abadi atau perwakilan dewa. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, pandangan manusia terhadap planet berubah.

Pada tahun 2006, Persatuan Astronomi Internasional (IAU) mengesahkan sebuah resolusi resmi yang mendefinisikan planet di Tata Surya. Definisi ini dipuji namun juga dikritik dan masih diperdebatkan oleh sejumlah ilmuwan karena tidak mencakup benda-benda bermassa planet yang ditentukan oleh tempat atau benda orbitnya. Meski delapan benda planet yang ditemukan sebelum 1950 masih dianggap "planet" sesuai definisi modern, sejumlah benda angkasa seperti Ceres, Pallas, Juno, Vesta (masing-masing objek di sabuk asteroid Matahari), dan Pluto (objek trans-Neptunus yang pertama ditemukan) yang dulunya dianggap planet oleh komunitas ilmuwan sudah tidak dipermasalahkan lagi.

Ptolomeus menganggap planet mengelilingi Bumi dengan gerakan deferen dan episiklus. Walaupun ide planet mengelilingi Matahari sudah lama diutarakan, baru pada abad ke-17 ide ini terbukti oleh pengamatan teleskop Galileo Galilei. Dengan analisis data observasi yang cukup teliti, Johannes Kepler menemukan bahwa orbit planet tidak berbentuk lingkaran, melainkan elips. Seiring perkembangan peralatan observasi, para astronom mengamati bahwa planet berotasi pada sumbu miring dan beberapa di antaranya memiliki beting es dan musim layaknya Bumi. Sejak awal Zaman Angkasa, pengamatan jarak dekat oleh wahana antariksa membuktikan bahwa Bumi dan planet-planet lain memiliki tanda-tanda vulkanisme, badai, tektonik, dan bahkan hidrologi.

Secara umum, planet terbagi menjadi dua jenis utama: raksasa gas besar berkepadatan rendah dan raksasa darat kecil berbatu. Sesuai definisi IAU, ada delapan planet di Tata Surya. Menurut jaraknya dari Matahari (dekat ke jauh), ada empat planet kebumian, Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars, kemudian empat raksasa gas, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Enam planet di antaranya dikelilingi oleh satu satelit alam atau lebih. Selain itu, IAU mengakui lima planet kerdil[3] dan ratusan ribu benda kecil Tata Surya. Mereka juga masih mempertimbangkan benda-benda lain untuk digolongkan sebagai planet.[4]

Sejak 1992, ratusan planet yang mengelilingi bintang-bintang lain ("planet ekstrasurya" atau "eksoplanet") di Bima Sakti telah ditemukan. Per 1 September 2021, 4.834 eksoplanet yang diketahui (di 3.572 sistem planet dan 795 sistem multiplanet) terdaftar di Extrasolar Planets Encyclopaedia. Ukurannya beragam, mulai dari planet daratan mirip Bumi hingga raksasa gas yang lebih besar daripada Jupiter.[5] Pada tanggal 20 Desember 2011, tim Teleskop Luar Angkasa Kepler menemukan dua eksoplanet seukuran Bumi, Kepler-20e[6] dan Kepler-20f,[7] yang mengorbit bintang mirip Matahari, Kepler-20.[8][9][10] Studi tahun 2012 yang menganalisis data mikrolensa gravitasi memperkirakan setiap bintang di Bima Sakti rata-rata dikelilingi oleh sedikitnya 1,6 planet.[11] Sejumlah astronom di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) melaporkan pada Januari 2013 bahwa sedikitnya 17 miliar eksoplanet seukuran Bumi (tepatnya 0,8–1,25 massa Bumi) dengan periode orbit 85 hari atau kurang berada di galaksi Bima Sakti.[12]

Ide tentang planet berubah-ubah sepanjang sejarah, mulai dari bintang pengelana abadi pada zaman antik hingga benda kebumian pada zaman modern. Konsep ini meluas tidak hanya di Tata Surya saja, tetapi sudah mencapai ratusan sistem luar surya lainnya. Ambiguitas yang terdapat dalam definisi planet telah menjadi kontroversi di kalangan ilmuwan.[13]

Lima planet klasik yang dapat dilihat mata telanjang sudah diketahui sejak zaman kuno dan pengaruhnya sangat besar di dunia mitologi, kosmologi agama, dan astronomi kuno. Pada zaman itu, astronom mengetahui bagaimana cahaya-cahaya tertentu bergerak melintasi langit relatif terhadap bintang lain. Bangsa Yunani kuno menyebut cahaya tersebut πλάνητες ἀστέρες (planetes asteres, "bintang pengelana") atau "πλανήτοι" saja (planētoi, "pengelana"),[14] yang dari situlah kata "planet" terbentuk.[15][16] Di Yunani, Cina, Babilonia kuno, dan seluruh peradaban pra-modern,[17][18] diyakini bahwa Bumi berada di pusat Alam Semesta dan semua "planet" mengelilingi Bumi. Alasan munculnya sudut pandang ini adalah bintang dan planet tampak berputar mengitari Bumi setiap hari[19] dan persepsi akal sehat bahwa Bumi bersifat padat dan tetap, tidak bergerak dan diam.[butuh rujukan]

Peradaban pertama yang dikenal memiliki teori fungsional tentang planet adalah bangsa Babilonia, penduduk Mesopotamia pada milenium pertama dan kedua SM. Teks astronomi planet tertua yang masih ada adalah Tablet Venus dari Ammisaduqa, salinan daftar pengamatan gerakan planet Venus abad ke-7 SM yang diduga dirancang pada milenium kedua SM.[20] MUL.APIN adalah sepasang tablet kuneiform tertanggal abad ke-7 SM yang mencatat gerakan Matahari, Bulan, dan planet-planet sepanjang tahun.[21] Sejumlah astrolog Babilonia juga menetapkan dasar-dasar astrologi Barat.[22] Enuma anu enlil, ditulis saat periode Neo-Assyria pada abad ke-7 SM,[23] terdiri dari daftar omen dan hubungannya dengan berbagai fenomena langit, termasuk gerakan planet-planet.[24][25] Venus, Merkurius, dan planet terluar Mars, Jupiter, dan Saturnus diidentifikasi oleh sejumlah astronom Babilonia. Semuanya adalah planet yang pernah diketahui manusia sampai ditemukannya teleskop pada awal zaman modern.[26]

Bangsa Yunani Kuno awalnya tidak setertarik bangsa Babilonia dalam mempelajari planet. Pengikut Pythagoras pada abad ke-6 dan 5 SM tampaknya sudah mengembangkan teori keplanetannya sendiri yang terdiri dari Bumi, Matahari, Bulan, dan planet-planet mengelilingi "Api Tengah" di pusat Alam Semesta. Pythagoras atau Parmenides dikabarkan merupakan orang pertama yang mengidentifikasi bintang senja dan bintang pagi (Venus) sebagai satu benda.[27] Pada abad ke-3 SM, Aristarkhus dari Samos mengusulkan sistem heliosentris, yang berarti Bumi dan planet mengitari Matahari. Akan tetapi, sistem geosentris terus mendominasi peradaban dunia sampai Revolusi Ilmiah.[Maret 2020]

Pada periode Helenistik abad ke-1 SM, bangsa Yunani mulai mengembangkan skema matematika untuk memperkirakan posisi planet-planet. Skema yang berdasarkan geometri alih-alih aritmetika Babilonia ini kelak mengusangkan teori kompleks dan kelengkapan Babilonia. Kebanyakan pergerakan astronomis yang diamati dari Bumi dengan mata telanjang menggunakan skema ini. Teori Yunani ini baru dijelaskan secara lengkap di Almagest karya Ptolomeus pada abad ke-2 M. Model Ptolomeus ini begitu lengkap dan dominan sampai-sampai semua teori astronomi sebelum ini dianggap usang dan Almagest menjadi teks astronomi resmi di dunia Barat selama 13 abad.[20][28] Bangsa Yunani dan Romawi mengenal tujuh planet, masing-masing dianggap mengelilingi Bumi sesuai hukum kompleks Ptolomeus. Planet-planet tersebut adalah (sesuai urutan Ptolomeus dari Bumi): Bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, dan Saturnus.[16][28][29]

Pada tahun 499 CE, astronom India Aryabhata membuat model planet yang memasukkan rotasi Bumi di sumbunya. Ia menjelaskan hal tersebut sebagai penyebab bintang tampak bergerak ke barat. Ia juga meyakini bahwa orbit planet berbentuk elips.[30] Pengikut Aryabhata sangat banyak di India Selatan, tempat prinsip-prinsipnya soal rotasi diurnal Bumi diakui dan sejumlah karya lanjutan yang didasarkan pada teori tersebut dibuat.[31]

Tahun 1500, Nilakantha Somayaji dari mazhab astronomi dan matematika Kerala merevisi model Aryabhata dalam karyanya yang berjudul Tantrasangraha.[32] Dalam Aryabhatiyabhasya, komentar terhadap Aryabhatiya-nya Aryabhata, ia mengembangkan model planet berupa Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus mengelilingi Matahari dan Matahari mengelilingi Bumi, mirip sistem Tychonik yang kelak diusulkan Tycho Brahe pada akhir abad ke-16. Kebanyakan astronom mazhab Kerala yang menjadi pengikutnya menerima model planet usulannya.[32][33]

Pada abad ke-11, transit Venus diamati oleh Ibnu Sina, yang menetapkan bahwa Venus kadang berada di bawah Matahari.[34] Pada abad ke-12, Ibnu Bajjah mengamati "dua planet berupa titik hitam di permukaan Matahari", yang kelak diketahui sebagai transit Merkurius dan Venus oleh astronom Maragha, Qotb al-Din Shirazi, pada abad ke-13.[35] Sayangnya, Ibnu Bajjah dianggap mustahil telah mengamati transit Venus, karena fenomena tersebut memang tidak pernah terjadi seumur hidupnya.[36]

Dengan dimulainya Revolusi Ilmiah, pemahaman terhadap kata "planet" berubah dari sesuatu yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap lautan bintang); menjadi benda yang mengelilingi Bumi (atau sesuatu yang dianggap seperti itu pada zaman tersebut); dan menjadi sesuatu yang langsung mengelilingi Matahari setelah model heliosentris Copernicus, Galileo, dan Kepler diakui publik pada abad ke-16.[Maret 2020]

Karena itu, Bumi dimasukkan ke daftar planet,[37] sementara Matahari dan Bulan tidak. Awalnya, ketika satelit-satelit pertama Jupiter dan Saturnus ditemukan pada abad ke-17, kata "planet" dan "satelit" sering dipakai bolak-balik, namun "satelit" semakin sering dipakai pada abad selanjutnya.[38] Sampai pertengahan abad ke-19, jumlah "planet" tumbuh pesat karena benda-benda baru yang ditemukan mengelilingi Matahari langsung digolongkan sebagai planet oleh komunitas ilmuwan.[Maret 2020]

Pada abad ke-19, para astronom mulai menyadari bahwa benda-benda baru yang sebelumnya dikelompokkan sebagai planet selama nyaris setengah abad (seperti Ceres, Pallas, dan Vesta) justru jauh berbeda daripada planet tradisional. Benda-benda ini berada di kawasan yang sama antara Mars dan Jupiter (sabuk asteroid) dan massanya lebih kecil, karena itu mereka digolongkan sebagai "asteroid". Karena tidak adanya definisi resmi, kata "planet" akhirnya dipahami sebagai benda "besar" apapun yang mengitari Matahari. Sejak ditemukannya celah raksasa antara asteroid dan planet, dan penemuan-penemuan baru berakhir setelah Neptunus ditemukan tahun 1846, definisi resmi tersebut akhirnya dihapus.[39]

Pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah serangkaian pengamatan awal menyimpulkan benda ini lebih besar daripada Bumi,[40] benda ini langsung diterima sebagai planet kesembilan. Pengamatan selanjutnya justru membuktikan bahwa benda ini berukuran lebih kecil: tahun 1936, Raymond Lyttleton berpendapat bahwa Pluto bisa jadi satelit Neptunus yang keluar jalur,[41] dan pada tahun 1964 Fred Whipple berpendapat bahwa Pluto mungkin saja berupa komet.[42] Namun karena ukurannya lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui dan tampaknya tidak eksis di dalam populasi yang lebih besar,[43] status Pluto tetap planet sampai tahun 2006.

Pada tahun 1992, astronom Aleksander Wolszczan dan Dale Frail menemukan sejumlah planet yang mengelilingi sebuah pulsar, PSR B1257+12.[44] Penemuan ini umumnya dianggap sebagai deteksi pasti terhadap sistem planet yang mengitari bintang lain. Kemudian pada 6 Oktober 1995, Michel Mayor dan Didier Queloz dari Universitas Jenewa melaksankan deteksi pasti pertama terhadap eksoplanet yang mengelilingi sebuah bintang deret utama biasa (51 Pegasi).[45]

Penemuan eksoplanet berujung pada ambiguitas lain mengenai definisi planet, pada titik ketika planet menjadi bintang. Banyak eksoplanet yang sudah diketahui bermassa lebih besar daripada Jupiter, mendekati benda-benda bintang yang dikenal sebagai "katai cokelat".[46] Katai cokalt umumnya dianggap bintang karena mampu melakukan fusi deuterium, isotop hidrogen yang lebih berat. Jika bintang berukuran 75 kali Jupiter mampu memfusikan hidrogen, hanya bintang berukuran 13 kali Jupiter yang bisa memfusikan deuterium. Tetapi, deuterium agak langka dan sebagian besar katai cokelat sudah duluan selesai memfusikan deuterium sebelum ditemukan, sehingga sulit dibedakan dari planet-planet supermasif.[47]

Dengan ditemukannya banyak objek di Tata Surya dan objek yang lebih besar di sistem lain pada paruh akhir abad ke-20, muncul permasalahan tentang hal-hal yang membentuk suatu planet. Ada perdebatan mengenai apakah suatu objek bisa dianggap planet jika berada di dalam populasi jauh seperti sabuk atau cukup besar untuk menciptakan energi sendiri melalui fusi termonuklir deuterium.[Maret 2020]

Banyak astronom yang berpendapat agar Pluto dikeluarkan dari kelompok planet, karena banyak benda sejenis yang ukurannya mirip ditemukan di wilayah Tata Surya yang sama (sabuk Kuiper) pada tahun 1990-an dan awal 2000-an. Pluto terbukti hanyalah satu benda kecil di antara ribuan benda serupa lainnya.[Maret 2020]

Sejumlah benda seperti Quaoar, Sedna, dan Eris disebutkan sebagai planet kesepuluh oleh pers, tetapi tidak diakui secara luas oleh komunitas ilmuwan. Penemuan Eris tahun 2005, benda yang 27% lebih besar daripada Pluto, menciptakan rasa penasaran publik tentang definisi planet secara resmi.[Maret 2020]

Melihat masalah ini, IAU merancang definisi planet dan menetapkannya pada Agustus 2006. Jumlah planet berkurang menjadi delapan benda besar yang telah "membersihkan" orbitnya (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus). IAU juga membuat kelompok planet katai yang awalnya ditempati tiga benda (Ceres, Pluto, dan Eris).[48]

Pada tahun 2003, International Astronomical Union (IAU) Working Group on Extrasolar Planets membuat pernyataan tentang definisi planet yang mencakup definisi pembuka berikut, kebanyakan berfokus pada batasan antara planet dan katai cokelat:[2]

Kesalahan: silakan tentukan gambar dalam baris pertama

Definisi ini mulai dipakai secara luas oleh astronom saat menerbitkan penemuan eksoplanet di jurnal akademik.[50] Meski sementara, definisi ini mulai efektif sampai definisi permanen secara resmi diadopsi. Sayangnya, definisi ini tidak menangani masalah batas rendah massa,[51] sehingga menjauhi kontroversi seputar objek di dalam Tata Surya. Definisi ini juga tidak menangani status planet katai cokelat yang punya orbit, seperti 2M1207b.

Salah satu definisi katai subcokelat adalah benda bermassa planet yang terbentuk melalui kolaps awan, bukannya akresi. Perbedaan pembentukan antara katai subcokelat dan planet ini belum diakui secara universal. Para astronom masih terbagi menjadi dua kubu dalam mempertimbangkan proses pembentukan planet sebagai bagian dari pengelompokannya.[52] Satu alasan kekecewaan ini adalah kadang mustahil menentukan proses pembentukan planet. Misalnya, planet pengorbit bintang yang terbentuk oleh akresi bisa terlempar dari sistem dan menjadi pengelana bebas. Sebaliknya, katai subcokelat yang terbentuk oleh kolaps awan terbentuk sendiri di sebuah gugus bintang yang bisa terperangkap dalam orbit suatu bintang.

Syarat 13 kali massa Jupiter adalah perkiraan, bukan sesuatu yang bersifat pasti. Sebuah pertanyaan pun muncul: Apa itu pembakaran deuterium? Pertanyaan ini muncul karena objek-objek besar akan membakar sebagian besar deuteriumnya dan objek kecil hanya membakar sedikit, dan 13 massa Jupiter berada di antara keduanya. Jumlah deuterium yang dibakar tidak hanya tergantung pada massa, tetapi juga komposisi planetnya, tepatnya pada jumlah helium dan deuterium yang ada.[53]

Kriteria lain yang memisahkan planet dan katai cokelat selain pembakaran deuterium, proses pembentukan, atau lokasi adalah apakah tekanan intinya didominasi oleh tekanan coulomb atau tekanan degenerasi elektron.[54][55]

Masalah batasan rendah disampaikan pada rapat Majelis Umum IAU tahun 2006. Setelah debat panjang dan satu proposal gagal, majelis memungut suara untuk mengesahkan resolusi yang mendefinisikan planet di Tata Surya sebagai:[56]

Benda langit yang (a) berada di orbit mengitari Matahari, (b) memiliki massa yang cukup agar gravitasinya melebihi gaya benda tegar sehingga memiliki kesetimbangan hidrostatik (nyaris bulat), dan (c) telah membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya.

Sesuai definisi tersebut, Tata Surya dianggap memiliki delapan planet. Benda-benda yang memenuhi dua syarat pertama namun tidak yang ketiga (seperti Pluto, Makemake, dan Eris) dikelompokkan sebagai planet katai dengan syarat mereka juga bukan merupakan satelit alami planet lain. Awalnya komite IAU mengusulkan definisi yang mencakup banyak planet karena poin (c) belum dibuat.[57] Setelah diskusi panjang, pemungutan suara selanjutnya memutuskan benda-benda tersebut dikelompokkan sebagai planet katai.[58]

Definisi ini didasarkan pada teori-teori pembentukan planet, yaitu ketika embrio planet sudah membersihkan orbitnya dari objek-objek kecil. Seperti yang dijelaskan astronom Steven Soter:[59]

Hasil akhir dari akresi cakram kedua adalah sedikitnya benda yang relatif besar (planet) baik di orbit bebas atau resonan yang mencegah tabrakan antarbenda. Planet dan komet kecil, termasuk KBO [objek sabuk Kuiper] berbeda dari planet karena mereka bisa bertabrakan dengan planet atau satu sama lain.

Pasca pemungutan suara IAU tahun 2006, muncul kontroversi dan perdebatan seputar definisi ini.[60][61] Banyak astronom yang memutuskan tidak menggunakannya.[62] Sebagian perdebatan tersebut terpusat pada keyakinan bahwa poin (c) (membersihkan orbit) seharusnya tidak disertakan dan objek-objek yang sekarang dikategorikan planet katai harusnya menjadi bagian dari definisi planet yang lebih luas.

Di luar komunitas ilmuwan, Pluto memiliki dampak budaya yang kuat di masyarakat karena status planetnya sejak ditemukan tahun 1930. Penemuan Eris diberitakan besar-besaran oleh media sebagai planet kesepuluh, sehingga klasifikasi ulang ketiga objek tersebut sebagai planet katai banyak menarik perhatian media dan publik.[63]

Tabel berikut berisi daftar benda-benda Tata Surya yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai planet:

Ceres sudah dikelompokkan sebagai planet katai pada 2006.

Nama-nama planet di dunia Barat berasal dari praktik pemberian nama Romawi, yang justru berasal dari kebiasaan bangsa Yunani dan Babilonia. Di Yunani kuno, dua benda bersinar raksasa, Matahari dan Bulan, disebut Helios dan Selene; planet terjauh (Saturnus) disebut Phainon, sang penerang; diikuti oleh Phaethon (Jupiter), "cerah"; planet merah (Mars) dikenal dengan sebutan Pyroeis, "berapi-api"; planet paling terang (Venus) disebut Phosphoros, pembawa cahaya;dan planet terakhir (Merkurius) disebut Stilbon, berseri-seri. Bangsa Yunani juga membuat setiap planet suci bagi salah satu dewanya, Dua Belas Dewa Olimpus: Helios dan Selene adalah nama planet dan dewa; Phainon dipersembahkan untuk Cronus, Titan yang merupakan ayah para dewa Olimpus; Phaethon dipersembahkan untuk Zeus, putra Cronus yang menggulingkannya dari takhta raja; Pyroeis dipersembahkan untuk Ares, putra Zeus dan dewa perang; Phosphoros dipimpin oleh Afrodit, dewi cinta; dan Hermes, perantara para dewa dan dewa ilmu dan akal, memimpin Stilbon.[20]

Praktik bangsa Yunani yang memberikan nama-nama planet sesuai nama dewanya hampir seutuhnya berasal dari kebiasaan bangsa Babilonia. Bangsa Babilonia mengambil nama Phosphoros dari nama dewi cintanya, Ishtar; Pyroeis dari dewa perang, Nergal, Stilbon dari dewa kebijaksanaan Nabu, dan Phaethon dari dewa pemimpin, Marduk.[67] Ada banyak kesamaan antara aturan penamaan Yunani dan Babilonia, padahal mereka berbeda zaman.[20] Terjemahannya pun tidak sempurna. Misalnya, Nergal-nya Babilonia adalah dewa perang dan bangsa Yunani menyamakannya dengan Ares. Namun tidak seperti Ares, Nergal adalah dewa penyakit dan akhirat.[68]

Saat ini, banyak orang di dunia Barat mengenal planet dengan nama-nama yang diambil dari dewa-dewa Olympus. Jika bangsa Yunani modern masih memakai nama kuno untuk menyebut planet, sejumlah bahasa Eropa justru memakai nama Romawi (Latin) karena pengaruh Kekaisaran Romawi dan Gereja Katolik. Bangsa Romawi, seperti Yunani, adalah orang Indo-Eropa yang saling berbagi mitologi dengan nama-nama yang berbeda, namun tidak punya tradisi narasi seperti yang dipersembahkan budaya sastra Yunani untuk dewa-dewanya. Pada periode akhir Republik Romawi, para penulis meminjam banyak sekali narasi Yunani dan menerapkannya ke mitologi mereka sampai keduanya tidak bisa dibedakan.[69] Saat bangsa Romawi mempelajari astronomi Yunani, mereka memberi nama planet sesuai nama dewa-dewanya sendiri: Mercurius (untuk Hermes), Venus (Afrodit), Mars (Ares), Iuppiter (Zeus), dan Saturnus (Cronus). Ketika planet-planet selanjutnya ditemukan pada abad ke-18 dan 19, praktik pemberian namanya berlanjut untuk Neptūnus (Poseidon). Uranus unik karena diambil dari nama dewa Yunani alih-alih versi Romawinya.

Sejumlah orang Romawi, sesuai kepercayaan yang mungkin berasal dari Mesopotamia tetapi berkembang di Mesir Yunani, percaya bahwa tujuh dewa yang menjadi sumber nama planet tersebut menjaga Bumi secara bergilir. Urutan giliran tersebut dari jauh ke dekat adalah Saturnus, Jupiter, Mars, Matahari, Venus, Merkurius, Bulan.[70] Hasilnya, hari pertama dimulai oleh Saturnus (jam ke-1), hari kedua oleh Matahari (jam ke-25), diikuti Bulan (jam ke-49), Mars, Merkurius, Jupiter, dan Venus. Karena setiap hari diberi nama sesuai dewa yang mengawalinya, begitu pula dengan urutan nama hari dalam kalender Romawi yang masih dipakai di sejumlah bahasa modern setelah siklus Nundinal ditolak.[71] Dalam bahasa Inggris, Saturday, Sunday, dan Monday adalah terjemahan langsung dari nama-nama Romawi ini. Nama hari yang lain berasal dari dari Tiw, (Tuesday) Wóden (Wednesday), Thunor (Thursday), dan Fríge (Friday), dewa Anglo-Saxon yang sama seperti Mars, Merkurius, Jupiter, dan Venus.

Bumi (Earth) adalah satu-satunya planet yang namanya dalam bahasa Inggris tidak diambil dari mitologi Yunani-Romawi. Karena Bumi sendiri baru diakui sebagai planet pada abad ke-17,[37] tidak ada tradisi memberinya nama sesuai nama dewa. Kata Earth berasal dari bahasa Anglo-Saxon erda yang berarti daratan atau tanah dan pertama dipakai untuk menyebut Bumi sekitar tahun 1300.[72][73] Sebagaimana bahasa Jermanik lainnya, kata ini berasal dari bahasa Proto-Jerman ertho, "daratan",[73] dan terlihat kesamaannya pada kata earth dalam bahasa Inggris, Erde dalam bahasa Jerman, aarde dalam bahasa Belanda, dan jord dalam bahasa Skandinavia. Banyak bahasa Roman yang memakai kata Roman lama terra (atau variasinya). Kata tersebut dipakai dengan makna "daratan kering", bukannya "laut".[74] Bahasa-bahasa non-Roman memakai katanya sendiri. Bangsa Yunani tetap memakai nama asli mereka, Γή (Ge).

Budaya non-Eropa memakai sistem penamaan planet yang berbeda. India memakai sistem berdasarkan Navagraha, yang mencakup tujuh planet tradisional (Surya untuk Matahari, Chandra untuk Bulan, dan Budha, Shukra, Mangala, Bṛhaspati, dan Shani untuk Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus) dan nodus bulan naik dan turun Rahu dan Ketu. Cina dan negara-negara Asia Timur sudah lama terkena pengaruh budaya Cina (seperti Jepang, Korea, dan Vietnam) dengan sistem penamaan yang didasarkan pada lima elemen Cina: air (Merkurius), logam (Venus), api (Mars), kayu (Jupiter), dan tanah (Saturnus).[71]

Belum diketahui secara pasti bagaimana planet terbentuk. Teori yang saat ini mendominasi adalah planet terbentuk saat sebuah nebula berubah menjadi cakram gas dan debu tipis. Sebuah protobintang terbentuk di intinya dan dikelilingi oleh cakram protoplanet yang berputar. Melalui akresi (proses tabrakan tempel), partikel-partikel debu di cakram perlahan mengumpulkan massa untuk membentuk benda yang jauh lebih besar. Konsentrasi massa di satu tempat disebut sebagai bentuk planetesimal dan konsentrasi tersebut mempercepat proses akresi dengan menarik material tambahan menggunakan daya tarik gravitasinya. Konsentrasi tersebut semakin padat sampai akhirnya kolaps ke dalam dan membentuk protoplanet.[75] Setelah memiliki diameter lebih besar daripada Bulan Bumi, planet tersebut membentuk atmosfer tambahan, sehingga meningkatkan daya tarik planetesimal dengan gaya hambat atmosfer.[76]

Ketika protobintang tumbuh begitu besar sampai bisa "menyalakan diri" menjadi bintang, cakram yang tersisa dilenyapkan dari dalam ke luar dengan fotoevaporasi, angin matahari, gaya hambat Poynting–Robertson, dan pengaruh lain.[77][78] Masih banyak protoplanet yang mengelilingi bintang atau satu sama lain, namun seiring waktu sebagian besar di antaranya akan bertabrakan membentuk satu planet yang lebih besar atau melepaskan material untuk diserap protoplanet atau planet yang lebih besar.[79] Objek-objek yang cukup besar tersebut akan menangkap sebagian materi di lingkungan orbitnya dan menjadi planet. Sementara itu, protoplanet yang berhasil menghindari tabrakan akan menjadi satelit alami planet melalui proses tangkapan gravitasi atau tetap berada di sabuk objek lain dan menjadi planet katai atau benda kecil.

Dampak energi planetesimal kecil (serta peluruhan radioaktif) akan menghangatkan planet yang sedang tumbuh, sehingga planet tersebut setidaknya setengah meleleh. Interior planet mulai berbeda-beda massanya dan menciptakan inti yang lebih padat.[80] Planet-planet kebumian yang lebih kecil kehilangan sebagian besar atmosfernya karena akresi ini, tetapi gas yang hilang bisa tergantikan oleh gas yang keluar dari mantel dan tubrukan komet (planet kecil akan kehilangan atmosfer yang diperoleh melalui berbagai jenis mekanisme pelepasan).[81]

Melalui penemuan dan pengamatan sistem keplanetan di sekitar bintang selain Tata Surya, para ilmuwan sudah mampu menguraikan, merevisi, atau bahkan mengganti teori ini. Tingkat metalisitas, istilah astronomi yang menjelaskan kelimpahan elemen kimia dengan nomor atom lebih besar dari 2 (helium), saat ini diyakini menjadi penentu kemungkinan suatu bintang dikelilingi planet.[82] Oleh sebab itu, sejumlah peneliti menduga bintang populasi I yang kaya logam lebih mungkin memiliki sistem planet yang lebih jelas daripada bintang populasi II yang kandungan logamnya kurang.

Menurut IAU, terdapat delapan planet dan lima planet katai yang diakui di Tata Surya. Menurut jaraknya dari Matahari (dekat ke jauh), planet-planet tersebut adalah:

Jupiter adalah planet terbesar dengan massa 318 kali Bumi, sementara Merkurius adalah planet terkecil dengan massa 0,055 kali Bumi.

Planet di Tata Surya dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan komposisinya:

Periode rotasi suatu benda astronomis adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu revolusi mengitari sumbu rotasinya relatif terhadap bintang di belakangnya. Periode ini berbeda dengan hari matahari planet, yang mencakup rotasi tambahan untuk memenuhi bagian periode orbit planet selama satu hari.

Planet ekstasurya atau eksoplanet adalah planet yang berada di luar Tata Surya. Sampai dengan 1 September 2021, terdapat 4.834 planet terkonfirmasi di dalam 3.572 sistem keplanetan, 795 di antaranya memiliki lebih dari satu planet.[94][95][96][97]

Pada awal 1992, astronom radio Aleksander Wolszczan dan Dale Frail menemukan dua planet yang mengelilingi pulsar PSR 1257+12.[44] Penemuan ini dibenarkan dan diakui sebagai deteksi pasti eksoplanet pertama di dunia. Planet-planet pulsar tersebut diyakini terbentuk dari sisa-sisa supernova yang menghasilkan pulsar pada tahap kedua pembentukan planet atau hanyalah sisa inti berbatu raksasa gas yang selamat dari supernova dan pindah ke orbitnya sekarang.

Penemuan eksoplanet pertama yang mengorbit bintang deret utama biasa terjadi pada tanggal 6 Oktober 1955, ketika Michel Mayor dan Didier Queloz dari Universitas Jenewa menemukan sebuah eksoplanet di sekitar 51 Pegasi. Dari 4.834 eksoplanet yang ditemukan pada 1 September 2021,[5] sebagian besar di antaranya memiliki massa yang bisa disamakan dengan Jupiter atau bahkan lebih besar lagi. Ada pula planet yang bermassa lebih kecil daripada Merkurius dan lebih besar daripada Jupiter.[5] Eksoplanet terkecil yang pernah ditemukan ternyata mengorbit sisa-sisa bintang yang disebut pulsar, contohnya PSR B1257+12.[98]

Sudah ada sekitar selusin eksoplanet yang ditemukan dengan 10 sampai 20 kali massa Bumi,[5] seperti planet-planet yang mengorbit bintang Mu Arae, 55 Cancri, dan GJ 436.[99]

Kategori yang baru muncul adalah "super-Bumi" yang diduga diisi planet kebumian lebih besar daripada Bumi namun lebih kecil daripada Neptunus atau Uranus. Sampai sekarang, sekitar 20 super-Bumi (tergantung batas massanya) telah ditemukan, termasuk OGLE-2005-BLG-390Lb dan MOA-2007-BLG-192Lb, dua planet es yang ditemukan dengan mikrolensa gravitasi,[100][101] Kepler 10b, planet berdiameter 1,4 kali lipat Bumi (menjadikannya super-Bumi terkecil yang pernah diukur),[102] dan lima dari enam planet yang mengorbit katai merah Gliese 581. Gliese 581 d secara kasar memiliki massa 7,7 kali lipat Bumi,[103] sementara massa Gliese 581 c lima kali lipat Bumi dan awalnya dianggap sebagai planet kebumian pertama yang ditemukan di zona terhunikan suatu bintang.[104] Studi yang lebih dalam menemukan bahwa planet ini terlalu mendekati kategori bintang dan planet terjauh di sistem ini, Gliese 581 d, meskipun lebih dingin daripada Bumi, tetap bisa dihuni juka atmosfernya memiliki gas rumah kaca dalam jumlah yang memadai.[105] Super-Bumi lain, Kepler-22b, ditemukan mengorbit di zona terhunikan bintangnya.[106] Pada tanggal 20 Desember 2011, tim Teleskop Antariksa Kepler menemukan eksoplanet seukuran Bumi pertama, Kepler-20e[6] dan Kepler-20f,[7] yang ditemukan sedang mengorbit bintang mirip Matahari, Kepler-20.[8][9][10]

Belum jelas apakah planet-planet besar yang baru ditemukan menyerupai raksasa gas di Tata Surya atau memang jenisnya berbeda, contohnya raksasa amonia atau planet karbon. Beberapa planet yang baru ditemukan yang disebut Jupiter panas memiliki orbit yang sangat dekat dengan bintang induknya dan orbitnya hampir berbentuk lingkaran. Planet-planet tersebut menerima radiasi bintang yang lebih banyak ketimbang raksasa gas di Tata Surya, sehingga bisa dipertanyakan apakah mereka tergolong jenis planet yang sama atau tidak. Selain itu, kelompok benda Jupiter panas bernama planet Chthonia diduga eksis di suatu tempat. Planet Chthonia ini orbitnya begitu dekat dengan bintangnya sampai-sampai atmosfernya tersapu habis oleh radiasi bntang. Banyak benda Jupiter panas ditemukan sedang mengalami proses penyapuan atmosfer, namun sampai tahun 2008 tidak satupun planet Chthonia yang ditemukan.[107]

Pengamatan eksoplanet yang lebih teliti akan membutuhkan generasi peralatan yang baru, seperti teleskop luar angkasa. Saat ini, wahana antariksa COROT dan Kepler seadng mencari variasi luminositas bintang karena transit planet. Sejumlah proyek pembuatan jaringan teleskop luar angkasa juga telah diajukan. Proyek-proyek tersebut bertujuan mencari eksoplanet yang massanya setara dengan Bumi. Beberapa di antaranya adalah Terrestrial Planet Finder dan Space Interferometry Mission dari NASA dan PEGASE dari CNES.[108] New Worlds Mission adalah alat pelengkap yang beroperasi bersama Teleskop Antariksa James Webb. Sayangnya, anggaran untuk proyek-proyek ini masih belum jelas. Spektrum eksoplanet pertama ditemukan pada Februari 2007 (HD 209458 b dan HD 189733 b).[109][110] Frekuensi kemunculan planet-planet kebumian semacam itu merupakan salah satu variabel persamaan Drake yang memperkirakan jumlah peradaban cerdas di galaksi Bima Sakti.[111]

Objek bermassa planet, PMO, atau planemo adalah benda langit yang massanya berada di antara definisi planet: cukup besar untuk memiliki kesetimbangan hidrostatik (dikelilingi gravitasinya sendiri), tetapi tidak cukup besar untuk memiliki fusi inti layaknya sebuah bintang.[112] Sesuai definisinya, semua planet adalah objek bermassa planet, namun tujuan istilah tersebut adalah menjelaskan benda-benda yang tidak memenuhi syarat planet pada umumnya. Objek-objek tersebut adalah planet katai, satelit yang lebih besar, planet pengelana bebas yang tidak mengorbit bintang seperti planet liar yang terlempar dari sistemnya, dan objek yang terbentuk melalui kolaps awan alih-alih akresi (kadang disebut katai subcokelat).

Beberapa simulasi komputer pembentukan sistem bintang dan planet mengungkapkan bahwa sejumlah benda bermassa planet akan terlempar ke angkasa antarbintang.[113] Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa benda semacam itu yang ditemukan berkelana di angkasa harus dikelompokkan sebagai "planet", tetapi yang lainnya berpendapat itu bisa jadi bintang bermassa rendah.[114][115]

Bintang terbentuk melalui keruntuhan gravitasi awan gas, tetapi benda-benda yang lebih kecil bisa terbentuk melalui keruntuhan awan. Objek bermassa planet yang terbentuk seperti itu kadang disebut katai subcokelat. Katai subcokelat bisa berkelana bebas (contohnya Cha 110913-773444) atau mengorbit benda yang lebih besar (contohnya 2MASS J04414489+2301513).

Pada tahun 2006, komunitas astronom sempat percaya bahwa mereka menemukan sistem biner katai subcokelat, Oph 162225-240515, yang disebut penemunya sebagai "planemo" atau "objek bermassa planet". Namun analisis terkini menetapkan bahwa massa mereka masing-masing mungkin lebih besar daripada benda bermassa 13 kali Jupiter, sehingga keduanya tergolong katai cokelat.[116][117][118]

Di sistem bintang biner dekat, salah satu bintang bisa kehilangan massanya karena diserap bintang yang lebih berat (lihat pulsar bertenaga akresi). Bintang yang menyusut berubah menjadi objek bermassa planet. Contohnya adalah sebuah objek bermassa Jupiter yang mengorbit pulsar PSR J1719-1438.[119]

Beberapa satelit besar memiliki ukuran yang sama atau lebih besar daripada Merkurius, misalnya satelit Galileo dan Titan Jupiter. Alan Stern berpendapat bahwa lokasi bukanlah masalah dan ciri-ciri geofisik saja yang perlu dipertimbangkan dalam definisi planet. Ia mengusulkan istilah planet satelit untuk satelit berukuran planet. Sama halnya, planet-planet kerdil di sabuk asteroid dan sabuk Kuiper harus dianggap planet menurut Stern.[120]

Walaupun masing-masing planet memeiliki ciri-ciri fisik yang khas, ada beberapa kesamaan di antara mereka. Ciri-ciri seperti cincin atau satelit alami sejauh ini baru diamati di planet Tata Surya, sementara pada eksoplanet ada ciri-ciri yang lain lagi.

Menurut definisi terkini, semua planet harus berevolusi mengitari bintang, sehingga potensi "planet liar" apapun dianggap tidak ada. Di Tata Surya, semua planet mengorbit Matahari dengan arah yang sama seperti rotasi Matahari (berlawanan arah jarum jam dilihat dari kutub utaranya). Sedikitnya satu eksoplanet, WASP-17b, ditemukan mengorbit dengan arah yang berlawanan dengan rotasi bintangnya.[121] Periode satu revolusi orbit planet disebut periode sidereal atau tahun.[122] Tahun planet bergantung pada jarak dari bintangnya; semakin jauh sebuah planet dari bintangnya, tidak hanya semakin jauh jarak yang harus ditempuh, tetapi juga semakin lambat kecepatannya, karena pengaruh gravitasi bintang tidak terlalu besar. Karena tidak ada orbit planet yang berbentuk lingkaran sempurna, jarak masing-masing planet bervariasi sepanjang tahun. Titik terdekat suatu planet dengan bintangnya disebut periastron (perihelion di Tata Surya), sementara titik terjauhnya disebut apastron (aphelion). Ketika planet mendekati periastron, kecepatannya meningkat karena planet menukar energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik, mirip seperti kecepatan benda jatuh di Bumi; ketika planet mendekati apastron, kecepatannya berkurang, mirip seperti kecepatan benda dilempar ke atas lalu mencapai puncak jalur lemparannya.[123]

Setiap orbit planet dibentuk oleh serangkaian elemen:

Planet juga memiliki kemiringan sumbu yang beragam derajatnya. Kemiringan sumbu berada pada sudut terhadap bidang khatulistiwa bintangnya. Hal ini mengakibatkan jumlah cahaya yang diterima setiap belahan planet tidak tentu sepanjang tahun; saat belahan utara menjauh dari bintang, belahan selatan mendekati bintang, dan sebaliknya. Karena itu, setiap planet memiliki musim; perubahan iklim sepanjang tahun. Masa ketika setiap belahan berada di titik terjauh atau terdekat dari bintangnya disebut titik balik matahari. Setiap planet memiliki dua titik balik di orbitnya; ketika satu belahan mencapai titik balik musim panas (siang terlama), belahan lain mencapai titik balik musim dingin (siang tersingkat). Jumlah cahaya dan panas yang tidak menentu yang diterima setiap belahan menciptakan perubahan pola cuaca tahunan untuk setiap belahan planet. Kemiringan sumbu Jupiter sangat kecil sampai-sampai variasi musimnya juga sedikit. Di sisi lain, Uranus memiliki kemiringan sumbu yang sangat besar sampai-sampai bisa mengalami siang abadi atau malam abadi ketika mencapai titik balik.[128] Pada kelompok eksoplanet, kemiringan sumbu tidak diketahui pasti, meski banyak benda Jupiter panas dipercayai memiliki sedikit kemiringan sumbu atau tidak sama sekali karena letaknya yang dekat dengan bintangnya.[129]

Planet berotasi di sumbu kasatmata yang menembus pusatnya. Periode rotasi suatu planet disebut hari bintang. Kebanyakan planet di Tata Surya berotasi dengan arah yang sama seperti orbitnya, yaitu berlawanan arah jarum jam jika dilihat dari kutub utara Matahari, kecuali Venus[130] dan Uranus[131] yang berotasi searah jarum jam. Tetapi kemiringan sumbu Uranus yang luar biasa besar berarti ada konvensi berbeda tentang kutub mana yang "utara" dan apakah planet tersebut berputar searah jarum jam atau tidak.[132] Apapun itu, tanpa melihat konvensinya, Uranus memiliki rotasi mundur yang relatif terhadap orbitnya.

Rotasi suatu planet dapat terbentuk oleh beberapa faktor saat pembentukannya. Momentum sudut bersihnya bisa tercipta oleh momentum sudut yang berasal dari objek-objek akresi. Akresi gas oleh raksasa gas juga memengaruhi momentum sudut. Pada tahap-tahap akhir pembentukan planet, proses stokastik berupa akresi protoplanet dapat mengubah sumbu putar planet secara acak.[133] Ada perbedaan panjang hari yang besar antarplanet. Venus membutuhkan 243 hari Bumi untuk berotasi, sedangkan raksasa gas beberapa jam saja.[134] Periode rotasi eksoplanet tidak diketahui. Namun letak mereka yang dekat dengan bintangnya berarti benda-benda Jupiter panas terkunci secara tidal (orbitnya sinkron dengan rotasinya). Ini berarti mereka hanya menampakkan satu sisi ke bintangnya, sehingga satu sisi selalu siang, satu lagi selalu malam.[135]

Ciri dinamis utama yang menentukan sebuah planet adalah benda tersebut telah membersihkan lingkungannya. Planet yang telah membersihkan lingkungannya memiliki massa yang cukup untuk menyapu semua planetesimal di orbitnya. Hasilnya, planet mengorbit bintangnya secara tetap, tidak berbagi orbit dengan beberapa objek berukuran serupa. Ciri ini tercantum dalam definisi resmi planet IAU bulan Agustus 2006. Kriteria tersebut tidak mencakup benda-benda keplanetan seperti Pluto, Eris, dan Ceres, sehingga mereka tergolong planet katai.[1] Walaupun sampai sekarang kriteria ini berlaku di Tata Surya saja, sejumlah sistem luar surya muda ditemukan dengan bukti pembersihan orbit di cakram sirkumbintangnya.[136]

Ciri-ciri fisik utama yang menentukan sebuah planet adalah apakah benda tersebut cukup besar untuk memaksa gravitasinya sendiri mendominasi gaya elektromagnetik yang menyelubungi struktur fisiknya, sehingga terciptalah kesetimbangan hidrostatik. Ini berarti bahwa semua planet berbentuk sfer (bola) atau sferoidal. Sampai titik massa tertentu, bentuk suatu bojek bisa tidak tentu, tetapi terlepas dari titik tersebut yang bervariasi tergantung penyusun kimianya, gravitasi mulai menarik suatu objek ke pusat massanya sampai objek tersebut membentuk bola.[137]

Massa juga merupakan ciri utama yang membedakan planet dengan bintang. Batas massa atas untuk keplanetan adalah 13 kali massa Jupiter (13MJ) untuk objek-objek dengan kelimpahan isotop matahari. Lebih dari itu, suatu objek memiliki kondisi yang tepat untuk melakukan fusi nuklir. Selain Matahari, tidak ada objek bermassa seperti itu di Tata Surya; tetapi ada eksoplanet berukuran Matahari. Batas 13MJ tidak diakui secara universal dan Extrasolar Planets Encyclopaedia berisi objek-objek bermassa 20 kali Jupiter,[138] dan Exoplanet Data Explorer 24 kali massa Jupiter.[139]

Planet terkecil yang pernah diketahui, tidak termasuk planet kerdil dan satelit, adalah PSR B1257+12A. Ini adalah salah satu eksoplanet pertama yang ditemukan pada tahun 1992 yang mengelilingi sebuah pulsar. Massanya sekitar separuh massa planet Merkurius.[5] Planet terkecil yang mengorbit bintang deret utama selain Matahari adalah Kepler-37b. Massa dan radiusnya agak lebih besar daripada Bulan.

Setiap planet mengawali eksistensinya dalam bentuk cair; pada pembentukan awal, material yang lebih padat dan berat tenggelam ke tengah, sehingga material ringan tetap berada di dekat permukaan. Masing-masing memiliki interior berbeda yang terdiri dari inti planet padat yang diselimuti mantel cair atau padat. Planet-planet kebumian terjebak di dalam kerak padat,[140] namun pada raksasa gas, mantelnya luluh menjadi lapisan awan teratas. Planet kebumian memiliki inti elemen magnetik seperti besi dan nikel, serta mantel silikat. Jupiter dan Saturnus diyakini memiliki inti batu dan logam yang diselimuti mantel hidrogen metalik.[141] Uranus dan Neptunus, yang ukurannya lebih kecil, memiliki inti batu yang diselimuti mantel air, amonia, metana, dan es.[142] Gerakan cairan di dalam inti planet-planet tersebut menghasilkan geodinamo yang menciptakan medan magnet.[140]

Semua planet di Tata Surya selain Merkurius[143] memiliki atmosfer dasar karena gravitasi massanya yang besar cukup kuat untuk menahan gas agar dekat dengan permukaan. Raksasa gas yang lebih besar cukup besar untuk menyimpan banyak sekali gas ringan hidrogen dan helium, sementara gas planet-planet kecil lolos ke luar angkasa.[144] Komposisi atmosfer Bumi berbeda dengan planet lain dikarenakan beragam proses kehidupan yang mentranspirasikan planet telah menghasilkan molekul oksigen bebas.[145]

Atmosfer planet dipengaruhi oleh berbagai insolasi atau energi internal, sehingga berujung pada pembentukan sistem cuaca dinamis seperti badai (di Bumi), badai debu seplanet (di Mars), antisiklon seukuran Bumi (di Jupiter; disebut Titik Merah Besar), dan lubang di atmosfer (di Neptunus).[128] Sedikitnya satu eksoplanet, HD 189733 b, diklaim memiliki sistem cuaca seperti itu, sama seperti Titik Merah Besar namun ukurannya lebih besar dua kali lipat.[146]

Akibat letaknya yang terlalu dekat dengan bintang induknya, benda-benda Jupiter panas kehilangan atmosfernya karena radiasi bintang, mirip ekor komet.[147][148] Planet-planet ini memiliki perbedaan suhu siang dan malam yang terlampau jauh sampai-sampai mampu menghasilkan angin supersonik.[149] Tetapi sisi siang dan malam HD 189733 b terlihat sama suhunya, menandakan atmosfer planet ini efektif mendistribusikan kembali energi bintang ke seluruh planet.[146]

Salah satu ciri penting dari sebuah planet adalah momen magnet intrinsiknya yang menjadi cikal bakal magnetosfernya. Keberadaan medan magnet menandakan bahwa planet tersebut secara geologi masih hidup. Dengan kata lain, planet termagnetkan memiliki aliran bahan konduktor listrik di interiornya yang menciptakan medan magnet. Medan ini sangat memengaruhi interaksi planet dengan angin matahari. Sebuah planet yang termagnetkan membuat selubung bernama magnetosfer yang tidak bisa ditembus angin matahari. Magnetosfer dapat berukuran lebih besar daripada planet itu sendiri. Kebalikannya, planet yang tidak termagnetkan memiliki magnetosfer kecil yang tercipta oleh interaksi ionosfer dengan angin matahari, tetapi tidak melindungi planet tersebut secara efektif.[150]

Dari delapan planet di Tata Surya, hanya Venus dan Mars yang tidak memiliki medan magnet.[150] Selain itu, satelit Jupiter Ganimede punya medan magnetik. Dari semua planet termagnetkan, medan Merkurius adalah yang terlemah dan tidak mampu memantulkan angin matahari. Medan magnet Ganimede beberapa kali lipat lebih besar dan medan Jupiter adalah yang terkuat di Tata Surya (kuat sekali sampai-sampai planet ini memiliki ancaman kesehatan serius bagi misi berawak ke satelit-satelitnya pada masa depan). Medan magnet planet-planet raksasa lainnya memiliki kekuatan yang agak setara dengan Bumi, namun momen magnetnya lebih besar. Medan magnet Uranus dan Neptunus sangat miring relatif terhadap sumbu rotasi dan terlepas dari pusat planetnya.[150]

Pada tahun 2004, tim astronom di Hawaii mengamati sebuah eksoplanet yang mengitari bintang HD 179949. Planet ini terliaht menciptakan titik matahari di permukaan bintang induknya. Tim berhipotesis bahwa magnetosfer planet sedang mentransfer energi ke permukaan bintang dan meningkatkan suhunya dari 7.760 °C menjadi 8.160 °C.[151]

Beberapa planet atau planet kerdil di Tata Surya (seperti Neptunus atau Pluto) memiliki periode orbit yang sejalan satu sama lain atau dengan benda-benda yang lebih kecil (hal ini lazim terjadi di sistem satelit). Semua planet kecuali Merkurius dan Venus memiliki satelit alami yang biasa disebut "bulan". Bumi punya satu satelit, Mars dua, dan raksasa gas punya beberapa satelit dengan sistem keplanetan yang kompleks. Banyak satelit raksasa gas memiliki ciri-ciri yang sama seperti planet kebumian dan planet katai. Beberapa di antaranya bahkan dianggap ramah kehidupan (terutama Europa).[152][153][154]

Empat raksasa gas juga dikitari oleh cincin planet dengan ukuran dan kerumitan yang beragam. Cincin-cincin ini terdiri dari debu atau partikel, namun bisa menginangi 'anak bulan' mungil yang gravitasinya membentuk dan mempertahankan strukturnya. Meski asal usul terbentuknya tidak diketahui secara pasti, cincin planet diyakini sebagai hasil satelit alami yang masuk batas Roche planet induknya dan hancur akibat gaya gelombang pasang.[155][156]

Tidak ada ciri sekunder yang terlihat pada planet-planet ekstrasurya. Akan tetapi, katai subcokelat Cha 110913-773444, yang dianggap sebagai planet liar, diyakini dikelilingi oleh sebuah cakram protoplanet mungil.[114]

Wikimedia Commons memiliki media mengenai

di kamus bebas Wiktionary.

Continue your journey on PS5 and transfer both GTAV Story Mode progress and GTA Online characters and progression to PS5 with a one-time migration.

GTA Online players will be able to continue their rise through the criminal ranks as they transfer their characters and progress from last generation consoles to PlayStation 5.

And for the first time, players will be able to continue their journey with Franklin, Michael and Trevor, with the ability to transfer story mode progress from last generation consoles to PlayStation 5