Suara.com - Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sekaligus mantan presiden Megawati Soekarnoputri, pernah membahas isu yang berkaitan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dalam percakapan mereka, Megawati pernah menyuarakan ide untuk membubarkan KPK.
Pernyataan Megawati ini terungkap saat dia menghadiri acara 'Sosialisasi Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Pada Satuan Pendidikan Pelaksana Implementasi Kurikulum Merdeka' di Jakarta Selatan pada Senin (21/8/2023) lalu.
Megawati mengatakan, "Saya sampai kadang-kadang bilang kepada Pak Jokowi, 'Mungkin lebih baik KPK dibubarkan saja, menurut pendapat saya, tidak efektif'."
Megawati kemudian menjelaskan bahwa ia membongkar percakapannya tersebut karena pada awalnya sedang berbicara tentang praktik korupsi yang masih marak di Indonesia, meskipun masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan.
Baca Juga: Panda Nababan Cap Budiman Sudjatmiko Pengkhianat: Omong Kosong Bakal Tetap di PDIP!
"Mengapa Anda melakukan korupsi, pada akhirnya Anda akan masuk penjara juga. Ini adalah kebohongan jika Anda berpikir Anda bisa melakukannya tanpa diketahui. Permasalahannya adalah apakah penegak hukum bersedia atau tidak untuk menjalankan hukum di Indonesia, yang telah saya usahakan dengan keras, seperti pendirian KPK. Itulah yang menjadi masalah," ujarnya.
Megawati, sebagai pendiri KPK, juga berbagi cerita bahwa ia pernah dipertanyakan oleh KPK saat ada masalah sekitar 300 ribu kredit macet. Kejadian ini terjadi saat dia masih menjabat sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia.
"Waktu itu KPK tidak percaya. Mereka berkata, bagaimana mungkin ada 300 ribu kredit macet ini, ada tuntutan, ada pemerasan oleh pengusaha-pengusaha ini? Saya berkata kepada KPK, berikan bukti jika saya terlibat dalam pemerasan ini. Ini adalah era modern, di mana saya akan menyimpan uang ini? Apakah dalam karung? Itulah kenyataannya," ungkapnya.
-- KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus korupsi e-KTP, Made Oka
Mantan bos PT Gunung Agung dan Irvanto Hendra Pambudi
Eks Direktur PT Murakabi Sejahtera. Irvanto merupakan keponakan Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi e-KTP yang juga mantan ketua DPR RI.
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Empat terdakwa, Laksamana Muda (Purnawirawan) Agus Purwoto, Kusuma Arifin Wiguna, Surya Cipta Witoelar, dan Thomas Anthony van der Heyden dalam sidang tuntutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur Kementerian Pertahanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS – Empat terdakwa dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Orbit 123 Derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia pada 2015, masing-masing dituntut hukuman pidana penjara 18 tahun 6 bulan. Keempat terdakwa itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah.
Keempat terdakwa itu adalah Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto selaku Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan RI periode Desember 2013 hingga Agustus 2016, Kusuma Arifin Wiguna selaku Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma, dan Surya Cipta Witoelar selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma. Satu terdakwa lagi adalah berkewargaaan negara Amerika Serikat, yakni Thomas van der Heyden selaku Senior Advisor PT Dini Nusa Kusuma.
Keempat terdakwa hadir pada sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2023). Persidangan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri.
Tuntutan terhadap keempat terdakwa itu dibacakan secara bergantian oleh jaksa koneksitas yang terdiri dari unsur Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat dan Oditur dari pihak militer yakni Jasri Umar, Nurul Anwar, Dhikma Heradika, dan kawan-kawan. Ini lantaran terdakwa perkara ini ada yang berasal dari pihak militer.
Majelis hakim berbincang dengan jaksa penuntut umum sebelum sidang dimulai di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Saat menyampaikan tuntutannya, jaksa koneksitas, Jasri Umar menyebut, Agus Purwoto bersama dengan Arifin Wiguna, Surya Cipta Witoelar, dan Thomas van der Heyden terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 453 miliar dari proyek pengadaan Satelit Orbit 123 Derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan.
Baca juga: Warga Negara AS Didakwa Rugikan Indonesia Rp 453 Miliar
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Laksda TNI Purn Agus Purwoto berupa pidana penjara selama 18 tahun dan 6 bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata jaksa.
Selain penjara, Agus juga dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Selain itu, jaksa koneksitas juga menuntut Agus untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 135 miliar yang apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara 9 tahun 3 bulan. "Jika tidak dibayar paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan inkrah maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut," tutur jaksa.
Kemudian, jaksa menuntut ketiga terdakwa lainnya yakni, Arifin Wiguna, Surya Cipta Witoelar, dan Thomas van der Heyden, masing-masing dengan pidana penjara 18 tahun 6 bulan penjara. Masing-masing dari mereka juga dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Jaksa penuntut umum mengikuti persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (2/3/2023). Majelis hakim menunda sidang pembacaan surat dakwaan terhadap Thomas Anthony Van Der Heyden terkait kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 Bujur Timur di Kementerian Pertahanan.
Tak miliki kewenangan
Dalam pertimbangannya, jaksa koneksitas mengungkapkan, Agus diminta oleh Van der Heyden, Arifin, dan Surya untuk menandatangani kontrak sewa Satelit Floater, yakni Satelit Artemis. Kontrak sewa itu antara Kementerian Pertahanan dan Avanti Communication Limited. Padahal, penyewaan satelit itu tidak diperlukan.
Apalagi, lanjut jaksa, Agus tidak memiliki kewenangan menandatangani kontrak karena bukan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan satelit tersebut.
Baca juga: Kejagung Usut Dugaan Korupsi Pengelolaan Satelit Orbit 123
Selain itu, ditemukan pula ada beberapa unsur yang tidak terpenuhi dalam kontrak tersebut. Hal itu di antaranya, belum tersedia anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan, tidak ada rencana umum pengadaan barang/jasa, dan tanpa kerangka acuan kerja (KAK) atau term of reference (TOR).
Ditemukan pula belum ada harga perkiraan sendiri (HPS), tidak ada proses pemilihan penyedia barang atau jasa, dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing satelit di Slot Orbit 123 Derajat Bujur Timur.
Sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut, perbuatan keempat terdakwa, menurut jaksa koneksitas, telah merugikan negara dalam jumlah yang sama. Kerugian negara itu tertuang dalam laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang penghitungan keuangan negara atas perkara dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat di Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021.
Laporan itu bernomor PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 pada tanggal 12 Agustus 2022.
Suasana seusai sidang tuntutan kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 Bujur Timur di Kementerian Pertahanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2023). Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri memberikan kesempatan kepada keempat terdakwa untuk mengajukan pembelaan pada sidang lanjutan yang akan dilaksanakan Rabu, (12/7/2023).
Jaksa menyatakan para terdakwa telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001.
Seusai mendengarkan tuntutan jaksa koneksitas, Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri memberikan kesempatan kepada keempat terdakwa untuk mengajukan pembelaan. Pera terdakwa bersama penasihat hukumnya akan mengajukan nota pembelaan pada sidang lanjutan yang akan dilaksanakan pada Rabu, (12/7/2023) depan.
[pen.ja.ra] | ڤنجاراDefinisi : 1. tempat atau bangunan penjenayah dikurung sbg hukuman, bui, jel, kurungan, terongko, tutupan; ~ besi Kl (dlm) jagaan yg kuat, (di bawah) pemerintahan kuku besi; hukuman ~ sepanjang hayat hukuman penjara yg tempoh hukumannya berjalan sehingga pesalah itu mati; hukuman ~ seumur hidup hukuman penjara yg tempoh hukuman maksimumnya berjalan selama 20 tahun (tetapi kebiasaannya seseorang pesalah itu hanya menjalani hukuman selama 13 tahun 4 bulan kerana sepertiga daripadanya diberi pengampunan jika patuh kpd peraturan penjara dan berkelakuan baik); 2. situasi apabila seseorang berasa terperangkap: pengarang itu tidak akan terlepas drpd ~ pengalamannya; memenjarai ki mengongkong, membelenggu: suara-suara protes itu bagai mengepung dan ~nya; memenjarakan mengurung penjenayah dll dlm penjara: Pangeran Agung pun dipenjarakan di dlm sebuah kota kecil; terpenjara dikurung (terkurung) dlm penjara atau seolah-olah spt dalam penjara: ramai di kalangan wanita setelah mendirikan rumahtangga merasakan diri mereka ~ biarpun pd mulanya merupakan orang yg paling bahagia; ada segolongan orang yg ~ dlm khurafat; pemenjaraan perihal (perbuatan) memenjarakan, perihal (keadaan) terpenjara: satu lagi bentuk hukuman ialah ~; kepenjaraan perihal penjara. (Kamus Dewan Edisi Keempat)
[pen.ja.ra] | ڤنجاراDefinisi : tempat mengurung orang yg dihukum kerana membuat kesalahan; jel: Perompak itu sekarang ini sedang ditahan di ~. memenjarakan memasukkan seseorang ke dlm penjara kerana berbuat sesuatu kesalahan; mengurung dlm penjara. terpenjara 1 terkurung atau dikurung dlm penjara: Selama lima tahun, dia ~ kerana melakukan kesalahan itu. 2 ki tidak bebas (melakukan sesuatu): Jiwanya ~, walaupun dia tidak dihalang utk ke mana-mana. (Kamus Pelajar Edisi Kedua)